Pagi itu sekitar pukul 9 kurang aku terbangun dari tidurku, segera aku mengambil hp untuk mengecek panggilan / sms. Memang sebelumnya aku dan temanku, Nuke sudah merencanakan untuk pergi hari itu. Tidak ada panggilan / sms dari dia. Dalam hatiku berkata aku sedang malas pergi dan memang rasa kantuk itu besar sekali. Aku mengirim 1 sms ke nuke menanyakan jadi apa tidak. Ya kalau jadi aku akan segera bangun kalau tidak jadi aku akan lanjut tidur. Kemudian aku lanjut tidur pada saat itu, kebetulan juga si nuke tidak membalas smsku jadi aku pikir mungkin tidak jadi.
Sudah agak siang sekitar pukul 12 nuke sms, dia malah sms mengajakku ke seven eleven. Tidak aku balas, pertama secara jujur aku malas kesana kedua lagi-lagi aku sangat mengantuk pada hari itu. Peringatan kedua nuke bbm aku, aku balas aku tidak bisa aku beri alasan ngantuk. Sempat aku berfikir yasudah tidak apa-apa hari ini di rumah bergelut dengan panasnya udara Jakarta sampai waktu berbuka tiba.
Tidak lama kemudian tanteku datang, aku masih di tempat tidur. Tanteku menanyakan mama dan ayah, tanteku bilang “si Aan nafasnya udah sesak minta dijenguk” aku yang polos dan terlihat bodoh –ya memeng bodoh pada saat itu- aku berfikir Aan, Aan itu siapa? Farhan maksudnya? Ah masa? Aku tidak percaya dan mengabaikan. Tidak lama kemudian aku ke kamar mandi dan aku mandi dengan santai, tetapi aku masih berfikir Aan Aan Aan. Farhan Farhan kenapa. Farhan Farhan Farhan. Ya selesai mandi aku melihat keluar rumah omku (istrinya tanteku yang tadi ke rumah) bulak balik dan beberapa orang juga berdatangan. Ya Allah aku pingin kesana ke rumah Farhan, Ya Allah Farhan kenapa. Kenapa ramai. Farhan sakit? Ya Allah aku pengen kesana. Sempat aku terdiam ditempat bingung apa yang harus aku lakukan. Ya Allah apa yang harus aku lakukan. Astagfirullah. Aku sempat membaca Al-Fatihah sekali pada saat itu. Aku gugup. Aku degdegan berharap Farhan masih ada. Dan aku tidak percaya sangat tidak percaya.
Mama keluar dari kamar, aku sudah dalam keadaan menangis dan aku masuk ke kamar mandi, setelah aku bersihkan air mata. Aku keluar kamar mandi dan mama sudah berada di bawah. Aku hanya memandangi pagar rumah dan melihat orang-orang lalu lalang. Dan sempat terdengar suara geseran bangku. Dan aku semakin takut. Selang beberapa saat, terdengar pengumuman dari Mushola. Pengumuman duka cita, aku simak baik-baik. Aku sempat tidak mendengar awalnya, namun aku dan mama langsung mengatakan Farhan!. Serontak aku dan mama lari ke rumah Farhan yang rumahnya ada di sebelah kiri rumahku. Dan.................................................
Innalillahi wainnailahirojiun. Aku melihatnya diatas meja dengan tangan dilipat diatas perut dengan tubuh ditutupi kain dan wajah ditutupi kerudung putih. Aku berdiri disamping Ibu Diah (adiknya ayah). Air mata sudah tidak terbendung lagi, isak tangis sudah tidak tertahan lagi. Ku lihat disana Ka Yana (Ibunya Farhan), Umi (nenek), Aa Jae (ayahnya Farhan), dan Kiki (kakaknya Farhan) dan beberapa orang. Bergantian orang-orang berdatangan menyampaikan bela sungkawa mereka mambuka kerudung yang menutupi wajah Farhan dan Ya Allah aku benar-benar tidak bisa menahan kesedihanku. Aku menangis dipundah Ibu Diah sambil memandangi farhan diatas meja. Tubuhnya terbaring lemas. Aku tidak mau beranjak dari sana meskipun aku waktu itu hanya memakai celana pendek dan kaos. Terus aku memandangi Farhan, pikiranku campur aduk. Aku melihat Ka Yana menangis, aku melihat Aa Jae menangis. Ibu Diah menggenggam tanganku dan aku semakin sedih ketika ada orang yang datang kemudian membuka kerudung itu.
Tetanggaku sibuk, orang terus datang dan aku sekarang berada di samping Kiki. Aku tidak tega melihat Kiki menangisi adiknya. Dia terdiam di pojok, sesekali mengusap air mata. Aku tidak melihat Reza (kakak farhan) menangis , dia hanya terdiam memandang adiknya. Kiki Ya Allah Kiki Kiki sebesar itu –kelas 1 smp- sudah merasakan kehilangan anggota keluarga. Aku tidak kuat Ya Allah melihatnya. Aku menghampiri Ka Yana dan aku memeluknya aku cium tangannya. Sungguh suasana yang amat teramat duka. Air mataku masih mengalir suaraku masih terisak-isak pandanganku masih tertuju ke meja itu. Sesekali aku melihat Ka Yana menelpon mengabarkan kabar duka. Aku sempat pulang ke rumah untuk ganti baju dan saat balik lagi kesana. Ocha (kakak sepupuku, anaknya Ibu Diah) datang masih memakai helm dan benar saja dia juga sangat terpukul melihat semua itu. Dia duduk disamping Farhan memandangi Farhan. Aku melihat dari kejauhan.
Tiba saatnya memandikan Farhan, dipersiapkanlah kain kafan dan tikar di samping meja itu. Aku lihat seorang bapak sedang mengatur tikar dan kain kafan, dia membuka satu-persatu apa yang ada di dalam kantung plasti. Ya mungkin itu sudah menjadi satu paket. Ada kamper, ada melati. Kamper harus digerus halus aku tidak tahu pasti kamper itu akan diletakkan dimana. Aku, nenek (Ibunya Ka Yana), Ambar (sepupuku) sibuk meronce bunga melati. Selesai dimandikan Farhan di lap dan langdung di letakkan diatas kain kafan yang telah diatur. Aku benar-benar todak percaya kalo yang ada diditu itu Farhan, Ya Allah Farhan. Aku menyaksikan dari jauh, bagaimana prosesnya. Aku lihat Ka Yana berada di dekat Farhan sambil terisak menyaksikan anaknya. Ya Allah aku saja seorang kakak sepupu menyaksikan adik sepupuku seperti itu sudah sangat terpukul apalagi Ka Yana seorang Ibu. Aku tidak mambayangkan. Tetapi aku merasakan bagaimana suasana duka yang dirasakan Ka Yana saat melihat itu. Selesai setengah badan dibungkus lanjut ke bagian atas. Aku lihat si bapak yang mengerjakan itu meremas dan memakaikannya ke wajah Farhan. Oh ternyata itu bedak. Dilanjutkan dengan memakaikan –ah aku tidak tahu apa namanya- aku lihat seperti lipglos. Ya sebelum wajahnya di tutup semua dipersilahkan untuk mencium bagi anggota keluarga untuk yang terakhir kalinya. Bergantian mulai dari ka Yana, Aa Jae, Umi, Nenek, Ibunya Ambar, ka Wati (adik/kakaknya Ka yana –aku lupa-), aku, Ibu Diah, Ocha, Mamaku, Ayahku, Bapak Udin (suaminya Ibu Diah). Dan tertutup sudah seluruh wajah Farhan. Terakhir dilapisi tikar. Dan Aa jae menggendongnya ke Mushola untuk di sholatkan.
Selesai di sholatkan segera di masukkan ke ambulance, dan kami semua bergegas pergi ke Bogor. Tempat kakekku, dan kakek buyutku dimakamkan. Awalnya ingin dimakamkan dekat sini entah di karet atau palmerah. Tetapi tiba2 ada kabar dari Bogor dan bisa yasudah lebih bagus di Bogor. Sempat tersendat di tol dalam kota karena macet dan alhamdulillah akhirnya lancar. Melalui tol jagorawi keluar pintu tol sentul city dan kembali masuk tol kedung halang dan keluar di arah dramaga parung. Suasana pemakaman yang sejuk, ketika itu sekitar pukul 5 dan sedikit mendung. Dan Alhamdulillah dilancarkan segala proses pemakaman, menabur bunga, dan hasil ronce melatiku diletakkan di papan nisan Farhan. Dilanjutkan dengan berdoa. Selesai semuanya kami meninggalkan tempat itu, Subhanallah beberapa langkah sepulangnya kami dari sana kemudian hujan turun. Subhanallah.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 6 dan kami semua berbuka puasa di sana. Dan kembali ke Jakarta selesai sholat Maghrib. Alhamdulillah sampai sekitar pukul 8 lewat dan pas di Mushola As-sabil selesai tarawih. Ya Allah terima kasih kami bisa melewati hari itu.
Subhanallah engkau menjemput adik kami di hari baik, Jumat 19 Agustus 2011 dan di bulan baik, Ramadhan, tanggal ganjil (19 ramadhan). Subhanallah, aku percaya engkau merencanakan ini dengan matang dan ini memang saat yang tepat. Terima kasih Ya Allah telah memberi kepercayaan kepada keluarga besar kami untuk dititipkan seorang adik. Ya memang semua ini hanya titipan dan kembali kepada Engkau. Selamat jalan anak kami, cucu kami, sepupu kami, adik kami tercinta Muhammad Farhan Raffasya, kita semua percaya Aan pasti bahagia disana, di surga. Subhanallah.. Allahu Akbar..
Muhammad Farhan Raffasya
Bin Djaenudin
10 feb 2010 – 19 ags 2011